6 Reaksi‐reaksi Asam Basa
73
Bab VI
Reaksi‐reaksi Asam Basa
6.1 Asam, Basa dan Garam
Zat anorganik secara umum dibagi menjadi 3 golongan penting : asam, basa, dan
garam. Walaupun dalam penggolongan asam‐basa terdapat asam‐basa lemah dari golongan
senyawa organik, tetapi dalam pembahasan asam, basa, garam, dan pH lebih difokuskan
pada senyawa‐senyawa (zat) anorganik, karena sifat kerelatifan keasaman zat‐zat organik
cukup besar dan lebih rumit pengukurannya secara eksak.
Asam. Secara sederhana (klasik) didefinisikan sebagai zat, yang bila dilarutkan
dalam air, mengalami disosiasi dengan pembentukan ion positif hidrogen (H+) – tingkat
kekuatan asam dihubungkan dengan jumlah parsial H+, yang dihasilkan dari disosiasi. Makin
besar jumlah parsial ion positif H yang dihasilkan, maka bisa dikatakan asam juga makin kuat.
Secara umum beberapa disosiasi asam dapat digambarkan sebagai berikut :
HCl H+ + Cl‐
Asam klorida ion klorida
HNO3 H+ + NO3
‐
Asam nitrat ion nitrat
CH3COOH H+ + CH3COOAsam
asetat ion asetat
Ion positif hidrogen (H+) atau proton secara teoritik tidak pernah ada dalam air. Dalam
disosiasinya setiap proton atau H+ selalu bergabung dengan satu molekul air dengan cara
menjalin ikatan koordinasi melalui sepasang elektron bebas (lone pair electron) pada oksigen
air, dan membentuk ion‐ion hidronium (H3O+).
Asam‐asam seperti di atas, dalam disosiasinya hanya menghasilkan satu proton
(satu ion H+) setiap molekulnya, sehingga dinamakan asam monoprotik, dan merupakan
pasangan reaksi reversibel asam‐basa konjugasi dengan air. Dalam kasus lain, akan dijumpai
asam‐asam yang jika berdisosiasi dengan air, melepaskan lebih dari satu proton, asam
poliprotik. Contoh asam ini antara lain asam sulfat, H2SO4, yang dalam air akan berionisasi
dalam 2 tahap, yaitu :
6 Reaksi‐reaksi Asam Basa
74
H2SO4 + H2O H3O+ + HSO4
‐
(1)
HSO4 + H2O H3O+ + SO4
2‐
(2)
Ion hidronium yang dihasilkan pada reaksi tahap kedua tidak sebanyak ion hidronium yang
dihasilkan pada reaksi tahap pertama. Sebab pada tahap pertama, reaksi berlangsung
lengkap, semua asam sulfat bereaksi dengan air menghasilkan ion hidronium. Sedangkan
pada tahap kedua, hanya sebagian HSO4
‐ yang berdisosiasi menghasilkan ion hidronium.
Sehingga secara relatif, HSO4
‐ merupakan asam lemah walaupun H2SO4 merupakan asam yang
kuat. Asam sulfat ini dinamakan asam diprotik.
Ada pula asam yang dalam reaksinya dengan air (berdisosiasi) menghasilkan 3
proton tiap molekulnya, asam triprotik. H3PO4 merupakan salah satu contoh asam triprotik,
yang bereaksi dengan air dengan tiga tahap pelepasan proton. Yang perlu diperhatikan,
bahwa dalam tahapan yang lebih tinggi, pembentukan proton menjadi semakin tidak lengkap
dan semakin lambat.
Basa. Dalam pengertian yang disederhanakan, sifat basa dalam air dipengaruhi
oleh pembentukan ion hidroksida. Di alam, unsur‐nsur golongan I A dan II A, akan
membentuk basa kuat dengan ion hidroksida. Artinya kebanyakan unsur‐unsur ini secara
alamiah telah berikatan dengan hiroksida, sehingga jika melarut dalam air, akan langsung
melepaskan ion‐ion hidroksida (anionnya). Sedangkan basa‐basa lemah (biasanya molekul
kovalen) harus bereaksi dengan air, menangkap H+ dari air, sehingga air menyisakan OH‐.
Unsur golongan I A membentuk basa monohidroksida, dan unsur golongan II A membentuk
basa dihidroksida.
Beberapa reaksi penguraian basa di air :
NaOH + H2O Na+ + OH‐
(monohidroksida)
Ca(OH)2 + H2O Ca2+ + 2OH‐
(dihidroksida)
H2O + NH3 NH4
+ + OH‐
(basa lemah)
H2O + CN‐ HCN + OHGaram.
Suatu asam apa saja jika direaksikan dengan basa apa saja, pasti akan
menghasilkan garam, hasil reaksi anion dari asam dengan kation dari basa. Asam kuat, HCl,
jika direaksikan dengan basa kuat, NaOH, akan menghasilkan garam netral NaCl dan molekul
air.
6 Reaksi‐reaksi Asam Basa
75
HCl + NaOH NaCl + H2O
Basa kuat jika bereaksi dengan asam lemah akan menghasilkan garam yang bersifat basa.
Asam asetat, CH3COOH, bereaksi dengan KOH, menghasilkan garam (sabun) yang bersifat
basa (reaksi semacam ini dinamakan saponifikasi, penyabunan), CH3COONa dan air. Lain lagi
dengan NH4Cl, larutan garam ini bersifat asam (memerahkan kertas lakmus biru). Hal ini tak
lain karena ammonium klorida berasal dari reaksi asam kuat (HCl) dengan basa lemah (NH3).
Untuk itu dapat diambil pedoman sederhana dalam menentukan sifat keasaman suatu
garam, sesuai dengan kekuatan asam atau basa pembentuknya (mana yang lebih dominan).
Reaksi ion garam apa saja jika dilarutkan dalam air, akan tergolong dalam salah
satu dari empat kasus yang pasti terjadi, yaitu :
1. Kation maupun anion tidak bereaksi dengan air, kecuali hanya terionkan saja, dan
tidak bertindak sebagai asam maupun basa. Garam seperti ini berasal dari kation
basa kuat (Li+, Na+, K+, Ba2+, Sr2+) dan anion asam kuat (Cl‐, NO3
‐, SO4
2‐) membentuk
larutan netral. Contoh garam jenis ini adalah NaCl, KCl, BaCl2, SrCl2, NaNO3, Li2SO4,
dan Sr(NO3)2.
2. Kation garam betindak sebagai asam, anion tidak bertindak sebagai basa. Garam
seperti ini terdiri atas kation yang berasal dari basa lemah dan anion dari asam kuat,
dan larutannya bersifat asam. Contohnya adalah NH4Cl, NH4NO3, Fe(H2O)6
3+, dan
sebagainya.
3. Anion garam bertindak sebagai basa, kation tidak bertindak sebagai asam. Garam
jenis ini adalah hasil dari reaksi kation yang berasal dari basa kuat dengan anion dari
asam lemah. Larutan garam ini dalam air bersifat basa. Contohnya, CH3COOK, NaCN
(dalam kadar yang ekuimolar, Larutan NaCN lebih bersifat basa daripada CH3COOK),
K2CO3 atau Na2CO3. Dalam air larutan kalium atau natrium karbonat, terhidrolisis
dalam dua tahap, yaitu :
CO3
2‐ + H2O HCO3
‐ + OHHCO3
‐ + H2O H2CO3 + OHOH‐
terbesar dihasilkan dari reaksi pertama, reaksi kedua berjalan jauh lebih lambat.
4. Kation garam bertindak sebagai asam, dan anion bertindak sebagai basa. Hal ini
terjadi karena garam berasal dari reaksi asam lemah dan basa lemah. Kation berasal
dari basa lemah, demikian juga anionnya berasal dari asam lemah, sehingga ketika
dilarutkan ke dalam air, keduanya (kation maupun anion) akan mengalami hidrolisis.
Hidrolisis kation menghasilkan OH‐, dan hidrolisis anion menghasilkan H+, sehingga
akan menghasilkan larutan total yang bersifat netral, asam atau basa, tergantung
6 Reaksi‐reaksi Asam Basa
76
fraksi ion hidrogen atau ion hidroksida yang dihasilkan dan juga tergantung pada
kekuatan relatif asam‐basa asalnya. Contoh, larutan CH3COONH4 bersifat netral
sebab kekuatan ion NH4
+ dan CH3COO‐ sama kuat dan saling menetralkan (nilai
konstanta asam asetat dan konstanta basa ammonium hidroksida hampir sama).
Namun (NH4)2CO3 merupakan larutan yang bersifat basa, sebab ion karbonat bersifat
lebih kuat kebasaannya daripada sifat keasaman ion ammonium (Konstanta asam
H2CO3 lebih kecil dari kostanta basa NH4OH).
Kekuatan relatif asam dan basa. Seperti dijelaskan sebelumnya, kekuatan suatu
asam merupakan kemampuannya menyumbangkan atau melepaskan proton pada molekul
air. Demikian juga dengan basa, kekuatannya diukur berdasarkan ion hidroksida yang
dilepaskan.
HA + H2O H3O+ + ADalam
reaksi konjugasi asam basa di atas (dan berlaku untuk semua reaksi konjugasi), air
merupakan basa lemah dibanding dengan HA (asam lebih kuat). Pasangan asam basa
konjugasinya adalah HA dengan A‐ (asam kuat dengan basa lemah), serta H2O dengan H3O+
(basa lemah dengan asam kuat), total produk bersifat asam. Fenomena ini selalu terjadi,
asam/basa lemah berkonjugasi dengan basa/asam kuat, dan sebaliknya. Itulah mengapa
anion garam yang berasal dari asam kuat, kurang bersifat basa.
Secara komparatif kekuatan asam basa dapat di lihat pada tabel berikut :
Asam sifat Basa konjugat sifat
HClO4
HCl
H2SO4
HNO3
H3O+
H2SO3
HSO4
‐
H3PO4
HF
CH3COOH
H2CO3
H2S
HSO3
‐
HCN
NH4
+
HCO3
‐
HSH2O
NH3
OHAsam
kuat
kekuatan
menurun
Asam lemah
ClO4
‐
Cl‐
HSO4
‐
NO3
‐
H2O
HSO3
‐
SO4
2‐
H2PO4
‐
FCH3COOHCO3
‐
HSSO3
2‐
CNNH3
CO3
2‐
S2‐
OHNH2
‐
O2‐
Basa lemah
kekuatan
meningkat
Basa kuat
Tabel diambil dari text book : GENERAL COLLEGE CHEMISTRY (Sixth Edition) , Charles W Keenan, et. all.
6 Reaksi‐reaksi Asam Basa
77
Dalam larutan air empat asam yang disebutkan pertama dalam tabel akan segera
membentuk ion hidronium dengan molekul air, karena hanya ion hidronium yang merupakan
asam terkuat yang bisa berada dalam air. Sehingga dalam larutan berair, keempat asam kuat
tersebut menjadi relatif sama (levelling effect/efek pendataran = reaksi suatu pelarut untuk
menyamakan kekuatan asam/basa reagen yang berlainan). Demikian juga, secara teori hanya
OH‐ yang merupakan basa terkuat yang bisa berada dalam air. Sehingga O2‐ (dalam keadan
murni punya sifat basa lebih besar dari OH‐) akan bereaksi membentuk OH‐ dengan air.
Demikian jugan dengan NaNH2.
NH2
‐ + H2O NH3 + OHDari
tabel nampak NH2
‐, merupakan basa yang lebih kuat daripada OH‐. Namun karena efek
pendataran, maka baik NH2
‐ maupun O2‐, akan mempunyai kekuatan basa yang sama dengan
NaOH (basa terkuat di larutan air).
6.2 Tetapan pengionan asam-basa (Ka – Kb)
Tetapan pengionan asam (konstanta keasaman‐kebasaan) adalah merupakan
perbandingan antara ion‐ion yang dihasilkan saat pelarutan dengan jumlah senyawa yang
tidak terionkan. Nilai ini akan tetap pada konsentrasi berapapun pada kondisi tertentu yang
sama, kecuali pada larutan jenuh. Jika asam asetat dicampurkan ke air, maka sebagian kecil
molekul asam asetat terionkan dan sebagian besar tetap dalam bentuk senyawaannya.
Dalam percobaan laboratorium, jika 0,1 M asam asetat dilarutkan ke air maka akan segera
terjadi kesetimbangan sebagai berikut,
CH3COOH + H2O H3O+ + CH3COO‐
0.09886 M 0.00134 M 0.00134 M
(98.66 %) (1.34 %) (1.34 %)
maka jika dihitung nilai tetapan pengionannya, di dapatkan
Ka = 5
3
3 1.82 10
0.09866
(0.00134)(0.00134)
[ ]
[ ][ ] −
+ −
= = ×
CH COOH
H CH COO
Kuantitas ion terlarut, ditentukan dengan berbagai macam analisa, salah satunya
adalah dengan mengukur daya hantar listrik larutan. Semakin besar hantaran listriknya,
berarti ion yang terlarut makin banyak.
Nilai tetapan pengionan yang telah diperoleh melalui pengujian‐pengujian, dapat
dipergunakan kembali untuk menentukan besar pengionan untuk larutan yang sama dengan
6 Reaksi‐reaksi Asam Basa
78
konsentrasi yang belainan. Jadi dapat diramalkan banyak ion‐ion yang terlarut, jika
dicampurkan 2 mol asam asetat dalam air hingga jumlah volumenya 1 liter.
Perhitungan dapat dimulai dari reaksi pengionannya
CH3COOH H+ + CH3COOmo/
L awal 2
mol/L pada kesetimbangan 2‐x x
x
Ka = 1,8 x 10‐5 =
(2 )
( )( )
[ ]
[ ][ ]
3
3
x
x x
CH COOH
H CH COO
−
=
+ −
Dengan Ka yang kecil maka hanya sebagian kecil saja asam asetat yang terionkan (1,34%
jika awalnya 0,1 M) sehingga 2‐x nilainya akan tetap mendekati 2 (2 – x ~ 2), maka
perhitungan dapat disederhanakan menjadi,
1,8 x 10‐5 ,
2
x2 ≈ atau x2 ≈ 3,6×10−5
x = 0,006
pada larutan yang lebih pekat ini, prosentase pengionannya dapat dihitung,
persen pengionan = 100%
. .
. . ×
mol zat awal
mol zat terionkan
= 100% 0,3%
2
0,006 × =
Bandingkan hasil di atas dengan jika hanya 0,1 mol yang dilarutkan, persen pengionannya =
1,34 %. Nampak dengan jelas bahwa semakin pekat larutan asam lemah, semakin sedikit
persen pengionannya, dan sebaliknya larutan yang makin encer pengionannnya juga semakin
baik.
Pengionan air. Pengukuran daya hantar listrik pada air murni (25 0C) menunjukkan
bahwa air mengion dalam jumlah yang sangat kecil, hanya 1 x 10‐7 mol/L. Dari rumus
kesetimbangannya, dapat ditentukan konstanta pengionan untuk air.
2H2O H3O+ + OH‐ atau H2O H+ + OH‐
10‐7 mol/L 10‐7 mol/L
Kc =
[ ]
[ ][ ]
2H O
H + OH −
, untuk air murni konsentrasi H2O = 55 M.
6 Reaksi‐reaksi Asam Basa
79
Maka, Kc =
55
[H + ][OH − ] , sehingga Kc x 55 = [H+][OH‐] = Kw
Dengan memasukkan nikai ion‐ion H+ dan OH‐ dari molekul yang terionisasi, maka
didapatkan nilai Kw = [H+][OH‐] = (10‐7)(10‐7) = 10‐14. Kw ini dinamakan hasil kali ion untuk air.
Nilai Kw akan konstan pada berbagai macam larutan air. Jikaair ditambahkan asam maka ion
H+ akan meningkat jumlahnya, dan untuk mempertahankan nilai Kw maka dengan sendirinya
ion OH‐ akan berkurang, sehingga hasil perkaliannya sama dengan Kw. Sebaliknya jika air
ditambahkan basa, OH‐ akan meningkat dan proton akan turun.
Sebagai contoh, jika ke dalam air ditambahkan HCl hingga konsentrasinya menjadi 0,01
M, maka ion OH‐ akan tersisa sebesar,
Kw = [H+][OH‐]
10‐14 = (0,01)[OH‐]
[OH‐] = 10‐12
Jadi memang demikian yang terjadi, pada larutan yang bersifat asam masih mengandung ion
OH‐, sebaliknya juga pada larutan basa masih ada ion H+. Dengan perhitungan‐perhitungan
asam, basa dan hidrolisa, akan didapatkan hubungan antara Ka, Kb, dan Kw, yaitu :
Kw = Ka. Kb atau Ka =
b
w
K
K
6.3 Eksponen Ion Hidrogen (pH) dan Kekuatan Asam - Basa
Seorang kimiawan, Sorensen (1909), mendefinisikan tingkat keasaman air
berdasarkan kekuatan ion hidrogen yang aktif mempengaruhinya. Nilai keasaman ditentukan
dengan exponen ion hidrogen aktif, yang dilambangkan dengan pH, didapat dari angka
negatif logaritmik berbasis 10 konsentrasi ion hidrogen yang aktif secara kesetimbangan
stoikiometriknya.
pH = ‐ 10Log [H+]
nilai [H+] tidak hanya tergantung pada jumlah zat (asam, garam, basa) yang dimasukkan ke
dalam sistem larutan, tetapi juga bergantung pada kelarutan dan aktifitas ionnya. Nilai skala
pH diberikan mulai dari 0 (sangat asam) sampai dengan 14 (sangat basa), dengan niai pH =7
sebagai pH netral (asam dan basa berimbang). Dengan demikian dengan sederhana dapat
6 Reaksi‐reaksi Asam Basa
80
dipahami bahwa zat dapat dibedakan atas asam kuat, asam lemah, garam‐garam, basa
lemah, dan basa kuat.
Asam kuat adalah zat yang jika dilarutkan ke dalam air, semua ion hidrogen larut
dan berdisosiasi membentuk ion hidronium (H3O+), sehingga semua ion hidrogen punya
aktifitas besar terhadap keasaman air. Bisa dihitung dengan mudah pH asam kuat dengan
langsung mengambil nilai eksponen konsentrasi ion H+‐nya. Contoh pH dari HCl 0,1 M adalah
1, (pH = ‐log[H+] = ‐ log 0,1 = 1). Sedangkan asam lemah, hanya sebagian saja ion hidrogen
yang berdisosiasi dan beraktifitas, sebagian yang lain tetap terikat pada senyawanya (tidak
larut). Nilai pH harus dihitung dengan memperhatikan nilai Ka (konstanta keasaman). Sifat
kekuatan keasaman ini sangat erat hubungannya dengan kesetimbangan kelarutan zatnya.
Basa kuat dan basa lemah, kejadiannya sama dengan asam kuat dan asam lemah,
hanya saja yang beraktifitas adalah ion hidroksida (OH‐). Dari peristiwa hidrolisa air, akan
didapatkan bahwa
pOH = ‐ 10Log [OH‐] = 14 – pH
jadi jika suatu larutan basa kuat, misal NaOH, sebanyak 0,1 mol dilarutkan kedalam air, maka
nilai pOH adalah –log 0,1 = 1, atau nilai pH = 14‐1 = 13.
Asam Lemah. Zat‐zat asam jika dilarutkan kedalam air, akan mengalami disosiasi
atau larut dalam bentuk ionik. Namun demikian, karena nilai kesetimbangan (ionik) yang
berbeda‐beda dalam larutannya, maka ada beberapa zat yang tidak terdisosiasi dengan
sempurna. Sebagian akan terdisosiasi menjadi anion dan kation (H+), dan sebagian yang lain
akan larut tetap dalam bentuk molekul senyawanya. Contohnya, asam asetat (cuka) jika
dilarutkan ke dalam air, maka sebagian molekul akan berdisosiasi menjadi anion CH3COO‐ dan
katoin H+ (H3O+), sebagian yang lain tetap dalam bentuk molekul CH3COOH yang berikatan
hidrogen dengan air. Hasil perkalian ion‐ion senyawa asam yang terdisosiasi dibagi dengan
molekul yang tidak terdisosiasi akan selalu tetap, pada kondisi suhu dan tekanan tertentu,
tidak tergantung pada konsentrasinya, dan dinamakan tetapan pengionan asam atau
konstanta keasaman, Ka.
HA + H2O H3O+ + ATetapan
kesetimbangan berdasar reaksi pengionan asam di atas, adalah
6 Reaksi‐reaksi Asam Basa
81
[ ][ ]
[ ][ ]
2
3
H O HA
H O A
Kc
+ −
= , untuk larutan encer konsentrasi molar air adalah 55 M,
sehingga
[ ].55
[ ][ ]
2
3
H O
H O A
Kc
+ −
= , dan untuk menyederhanakan bentuk perhitungan, H3O+~H+.
Maka, Ka
HA
Kcx = H A =
+ −
[ ]
55 [ ][ ] ,
Bebepa nilai Ka untuk senyawaan asam dicantumkan pada tabel berikut :
Nama Reaksi pengionan sederaha Ka
Asam klorida HCl H+ + Cl‐ Besar
Asam sulfat H2SO4 H+ + HSO4
‐ Besar
HSO4
‐ H+ + SO4
2‐ 1,2 x 10‐2
Asam klorit HClO2 H+ + ClO2
‐ 1,1 x 10‐2
Asam fosfat H3PO4 H+ + H2PO4
‐ 7,5 x 10‐3
H2PO4
‐ H+ + HPO4
2‐ 6,2 x 10‐8
Asam flourida HF H+ + F‐ 6,6 x 10‐4
Asam nitrit HNO2 H+ + NO2
‐ 5,1 x 10‐4
Asam asetat CH3COOH H+ + CH3COO‐ 1,8 x 10‐5
Asam karbonat H2CO3 H+ + HCO3
‐ 4,3 x 10‐7
HCO3
‐ H+ + CO3
2‐ 5,6 x 10‐11
Asam sulfida H2S H+ + HS‐ 1,1 x 10‐7
HS‐ H+ + S2‐ 1,0 x 10‐11
Asam sianida HCN H+ + CN‐ 6,2 x 1010
Untuk asam asetat, Ka = 1,8 . 10‐5. Dengan demikian nilai pH suatu asam lemah
tidak sama dengan nilai eksponen konsentrasi hidrogen dalam molekulnya, melainkan
sebesar ion hidrogen yang mampu terdisosiasi dengan air saja. Dalam aplikasi perhitungan
dapat diambil pendekatan seperti berikut :
Reaksi dissosiasi 0,1 mol asam asetat, CH3COOH, dalam air sebagai berikut (dengan total
larutan 1 L).
CH3COOH + H2O CH3COO‐ + H3O+
atau secara singkat dapat dituliskan : CH3COOH CH3COO‐ + H+
Dapat dihitung pH dari sistem larutan asam lemah tersebut dengan menggunakan nilai Ka
yang diketahui (Ka CH3COOH = 1.8 x 10‐5), sehingga dalam 1 L larutan
reaksi CH3COOH CH3COO‐ + H+
mol awal 0,1 0 0
reaksi y y y
kesetimbangan 0.1‐y y y
6 Reaksi‐reaksi Asam Basa
82
Dalam reaksi, secara stoikiometri, setiap y mol CH3COOH akan menghasilkan y mol
CH3COO‐ dan y mol H+. Sehingga pH kesetimbangannya adalah :
pH = ‐ log [H+] , [H+] dihitung dari nilai Ka
Ka = 5
3
3 1.8 10
[ ]
[ ][ ] −
+ −
= x
CH COOH
H CH COO
= 1,8 10 5
0,1
. = −
−
x
y
y y
karena nilai y jauh lebih kecil dari 0.1 maka nilai pengurngannya bisa diabaikan
(0,1 – y ~0,1), sehingga
1,8 x 10‐5 =
0.1
y2 maka y2 = 1.8 x 10‐6
y = 1.34 x 10‐3,
karena [H+] = y dalam kesetimbangan, maka jumlah mol H+ = 1,34 x 10‐3 atau
nilai [H+] = 1,34 x 10‐3 mol/L (total sistem larutan adalah 1 liter). Maka secara sederhana
dapat ditentukan konsentrasi ion H+ atau [H+] dengan rumus, [H+] = Ka.[As] , dimana
Ka = tetapan pengionan asam, dan [As] = konsentrasi asam lemah. Dari sini nilai pH
dengan mudah dapat ditentukan (dengan contoh kasus di atas).
pH = ‐ log [H+]
= ‐log (1,34 x 10‐3)
= 2,87
Bandingkan dengan nilai Ph dari HCl atau asam kuat lain dengan konsentrasi 0,1 M.
Basa lemah. Seperti halnya dengan asam, zat‐zat basapun akan mengalami
disosiasi jika dilarutkan dalam air. Basa kuat, akan terdisosiasi langsung menjadi kation dan
anion hidroksida (OH‐), sedangkan basa lemah akan bereaksi dengan air membentuk kation
dengan mengambil proton dari molekul air (OH‐ dihasilkan dari molekul air yang kehilangan
proton atau H+). Secara umum reaksi basa lemah adalah sebagai berikut :
B + H2O BH+ + OH‐
[ ][ ]
[ ][ ]
2B H O
Kc BH OH
+ −
= , untuk larutan encer konsentrasi H2O ~ 55 M
b K
B
Kc = BH OH =
+ −
[ ]
.55 [ ][ ] ,
6 Reaksi‐reaksi Asam Basa
83
Kb adalah tetapan pengionan basa atau konstanta basa, makin besar nilai Kb maka
semakin kuat sifat kebasaannya dalam air. Sebagai contoh untuk basa ammonia, NH3, reaksi
disosiasinya dalam air adalah
NH3 + H2O NH4
+ + OH‐
[ ]
[ ][ ]
3
4
NH
K NH OH b
+ −
= = 1,8 x 10‐5
Beberapa nilai konstanta untuk basa lemah dicantumkan pada tabel berikut :
Nama basa Reaksi dissosiasi/pengoinan Kb
dimetilamina (CH3)2NH + H2O (CH3)2NH2
+ + OH‐ 5,9 x 10‐4
Metilamina CH3NH2 + H2O CH3NH3
+ + OH‐ 4,2 x 10‐4
trimetilamina (CH3)3N + H2O (CH3)3NH+ + OH‐ 6,3 x 10‐5
Ammonia NH3 + H2O NH4
+ + OH‐ 1,8 x 10‐5
Hidrazin N2H4 + H2O N2H5
+ + OH‐ 9,8 x 10‐7
hidroksilamina HONH2 + H2O HONH3
+ + OH‐ 9,1 x 10‐9
Sama seperti perhitungan pH untuk asam lemah, pOH ataupun pH basa lemah
juga ditentukan dengan memasukkan harga Kb. Jadi jika sistem larutan air dimasukkan
ammonia 0,5 mol tiap liternya, maka berdasarkan nilai Kb‐nya dapat ditentukan pH
sebagai berikut : NH3 + H2O NH4
+ + OHmol
awal 0.5 0 0
reaksi z z z
setimbang 0,5 – z z z
(0,5 ) 0,5
1,8 10 .
2
5 z
z
K x z z b ≈
−
= − =
z = 3 x 10‐3 = [OH‐]
pOH = ‐ log [OH‐] = ‐ log (3 x 10‐3) = 2,52
pH = 14 – pOH = 14 – 2,52 = 11,48
bandingkan harga pH denganharga pH larutan KOH atau larutan NaOH dengan konsentrasi
0,5 M, memakai rumus untuk basa kuat. Sama halnya seperti asam kuat (pada bahasan
sebelumnya), secara sederhana menentukan konsentrasi OH‐ dan pH untuk basa lemah dapat
dirumuskan
[OH‐] = K .[Bs] b , Bs = tetapan pengionan basa lemah
pH = 14 ‐ pOH = 14 +log [OH‐] = 14+log K .[Bs] b
6 Reaksi‐reaksi Asam Basa
84
6.4 Penetralan (Reaksi Asam dan Basa)
Reaksi penetralan merupakan reaksi antara senyawa asam dengan senyawa basa,
atau reaksi penggaraman yang menghasilkan air. Jika suatu asam kuat dan basa kuat yang
ekuimolar, direaksikan (dicampur) dalam larutan air, maka ion hidronium dari asam dan ion
hidroksida dari basa akan bersenyawa membentuk air. Demikian juga dengan asam lemah
maupun basa lemah. Sehingga dalam perhitungan kimiawi, reaksi penetralan akan terjadi
dalam beberapa kasus, dan menghasilkan garam‐garam dengan sifat yang berbeda.
Berdasarkan kekuatan asam atau basa, reaksi penetralan dibedakan atas 4 macam.
Asam kuat dengan basa kuat. Dalam reaksi asam kuat dengan basa kuat, mula‐mula
asam maupun basa terdisosiasi atau mengion dalam pelarut (air). Asam kuat, misalkan HCl,
akan terion menjadi hidronium dan anion (HCl +H2O H3O+ + Cl‐), sedangkan basa
kuat, misal NaOH, akan terion menjadi ion hidroksida (OH‐) dan kation (Na+). Kemudian ionion
akan melakukan reaksi (penetralan) membentuk garam dan air.
Reaksi lengkap : H3O+ + Cl‐ + Na+ + Cl‐ 2H2O + Na+ + Cl‐
Dengan persamaan ion netto sederhananya sebagai berikut :
H+ + OH‐ H2O
Ion Na+ dan Cl‐ ini akan tetap dalam bentuk ion pada larutan air, dikarenakan kelarutannya
sangat besar pada pelarut ini (hampir semua garam dapat larut dengan baik di air). Dengan
melakukan evaporasi pelarutnya (penguapan air), akan diperoleh padatan/kristal NaCl.
Asam kuat dengan basa lemah. Reaksi antara asam dengan basa, tak selalu
menghasilkan larutan netto yang bersifat netral, karena larutan netral hanya diperoleh jika
asam dan basa yang bereaksi sama kuatnya. Dapat diperhatikan untuk kasus HCl, asam kuat,
dicampurkan dengan NH3, basa lemah, akan menghasilkan garam yang mempunyai kation
bersifat asam (NH4
+) sehingga larutan bersifat asam. Mula‐mula baik HCl akan terhidrolisis
dalam pelarut air, meghasilkan ion‐ionnya.
HCl + H2O H3O+ + Clion
ini akan melakukan reaksi dengan NH3 secara cepat, membentuk air dan garam trerlarut,
ammonium klorida (NH4Cl).
Reaksi total H3O+ + Cl‐ + NH3 NH4
+ + Cl‐ + HOH
6 Reaksi‐reaksi Asam Basa
85
Larutan ion‐ion ammonium klorida yang diperoleh dalam reaksi di atas bersifat agak asam,
karena NH4
+ bersifat asam dalam air (reaksi hidrolisis) sedangkan Cl‐ tidak bereaksi dengan air
(lihat kasus pelarutan garam dalam air).
Nilai pH yang larutan dari reaksi ini dapat dihitung dengan tiga cara. Pertama, jika
asam kuat tersisa dalam reaksi maka pH dihitung hanya berdasarkan konsentrasi asam kuat
sisa (pH dari [HCl] sisa). Kedua, jika reaksi ekivalen, semua asam kuat maupun basa lemah
tepat habis dalam reaksi, maka pH dihitung dengan rumus konsentrasi ion H+ garam yang
berasal dari basa lemah, yaitu
[H+] = .[Garam] K [Garam]
K
K
a
b
w = ×
Contoh penghitungan pH garam yang berasal dari basa lemah. NH4Cl sebanyak 1 mol
dilarutkan dalam air sehingga volume total larutan 500 mL, maka konsentrasi garam ini
dalam air adalah 2 mol/L. Dengan mengambil nilai Kb (NH4OH) = 1,8 x 10‐5, maka pH
larutan ini dapat dihitung dengan:
[H+] = (2)
1,8 10
.[ ] 10 5
14
−
−
×
Garam =
K
K
b
w = 1,054 x 10‐4
pH = ‐log [H+] = ‐log (1,054 x 10‐4) = 4 – log (1,054) = 3,977
atau dengan menghitung [H+] dari nilai Ka NH4
+, karena nilai Kb (NH4OH) = 1,8 x 10‐5, maka
Ka‐nya = Kw/Kb = 10‐14/(1,8 x 10‐5) = 5,665 x 10‐10. Jika nilai ini dimasukkan pada rumus
kedua maka akan didapat hasil yang sama, yaitu pH = 3,977.
Ketiga, jika setelah reaksi yang tersisa adalah basa lemahnya, maka larutan ini adalah larutan
buffer basa. Asam basa yang bereaksi membentuk garam, dan dengan sisa basa lemah dalam
satu larutan membentuk sistem penyangga (buffer). Nilai pH sistem larutan ini dihitung
dengan rumus buffer,
[OH‐] = Kb
BX
BOH
b C
C
K
garam
Basa sisa =
[ ]
[ . ]
, dan pH = 14 – pOH = 14 + log [OH‐]
Asam lemah dengan basa kuat. Contoh sederhana untuk menjelaskan reaksi ini
adalah reaksi asam asetat yang mengalami reaksi saponifikasi (penyabunan) dengan NaOH.
Larutan garam hasil reaksi ini bersifat basa. Sama dengan asam kuat, basa kuat NaOH akan
terionisasi lebih dahulu menjadi Na+ dan OH‐. Ion hidroksida ini akan segera bereaksi dengan
asam asetat membentuk air dan ion asetat.
6 Reaksi‐reaksi Asam Basa
86
NaOH + H2O Na+ + OH‐ + H2O
Na+ + OH‐ + CH3COOH Na+ + CH3COO‐ + H2O
Larutan garam natrium asetat yang dihasilkan ini bersifat basa, karena ion asetat bertindak
sebagai basa dalam air, sedang ion natrium tidak cukup bertindak sebagai asam (lihat kasus 3
pelarutan garam dalam air).
Nilai pH dari sistem reaksi ini juga dapat didekati dalam 3 cara. Pertama, setelah
reaksi tersisa basa kuat, pH = 14 ‐log [OH‐], konsentrasi OH‐ sama dengan konsentrasi basa
sisa. Kedua, semua asam lemah maupun basa kuat habis dalam reaksi membentuk garam,
sifatnya basa, konsentrasi OH‐ dan pH dihitung dengan
[OH‐] = [Garam] K [Garam]
K
K
b
a
w = × , pH = 14 – pOH
Ketiga, setelah reaksi membentuk garam dalam larutan tersisa asam lemah, maka larutan ini
adalah sistem buffer asam, maka
[H+] = Ka
XA
HA
a C
K C
Garam
Asamlemah =
[ ]
[ . ] , pH = ‐ log [H+]
Asam lemah dengan basa lemah. Kejadian yang agak berbeda terjadi pada kasus
reaksi antara asam lemah dan basa lemah. Jika pada reaksi asam kuat dengan basa kuat,
garam yang dihasilkan pasti netral. Pada asam lemah dan basa kuat, garamnya basa. Dan
pada asam kuat dengan basa lemah, garam yang dihasilkan bersifat asam. Lain halnya dengan
reaksi asam lemah dengan basa lemah, nilai konstanta keasaman/kebasaan atau konstanta
pengionan menjadi faktor utama untuk menentukan apakah garam yang dihasilkan bersifat
asam, netral, maupun basa.
Dalam reaksi dapat diambil contoh reaksi asam asetat dengan ammonia (dalam
larutan air membentuk ammonium hidroksida). Asam basa ini akan mengalami reaksi sebagai
berikut :
CH3COOH + NH3 NH4
+ + CH3COO‐ atau
CH3COOH + NH4OH NH4CH3COO + H2O
6 Reaksi‐reaksi Asam Basa
87
Karena nila Ka (asam asetat) = Kb (ammonium hidroksida), maka garam ammonium asetat
praktis bersifat netral. Katoin NH4
+ bertidak sebagai asam cukup diimbangi dengan anion
CH3COO‐ yang bertidak sebagai basa, keduanya berkekuatan sama.
Jika keduanya (asam lemah dan basa lemah) mempunyai tingkat kekuatan yang
berbeda (Ka ≠ Kb), maka sifat garam yang dihasilkan mengikuti tingkat keasaman/kebasaan
yang lebih besar. Contoh, garam ammonium flourida (NH4F).
HF + NH3 NH4
+ + F‐ ,
Ka HF = 6,6 x 10‐4 Kb NH3 = 1,8 x 10‐5 (Ka > Kb)
Maka garam ammonium flourida bersifat asam, ion ammonium bertindak sebagai asam lebih
kuat daripada ion flourida yang bertindak sebagai basa (lihat pasangan asam basa konjugasi).
Secara umum nilai konsentrasi H+ atau OH‐ dari sistem ini dapat dihitung dengan
rumus hidrolisa.
[H+] =
b
a wK
K .K
dan [OH‐] =
a
b wK
K .K
, untuk Ka = Kb maka [H+] = [OH‐] = 10‐7
6.5 Berat Ekivalen dan Larutan Normal
Berat ekivalen dan larutan normal merupakan pengertian dasar yang cukup penting
dalam reaksi asam basa, maupun perhitungan‐perhitungannya. Berat ekivalen (BE) suatu
asam adalah berat dari senyawa asam yang mampu menghasilkan tepat 1 mol proton (H+),
yaitu 6,022 x 1023 buah proton, untuk bereaksi dengan basa. Sedang berat ekivalen basa
adalah berat senyawa basa yang mampu menyediakan 1 mol OH‐ untuk bereaksi dengan
asam. Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan dalam reaksi berikut,
½ H2SO4 + NaOH ½ Na2SO4 + HOH
mol, gram ½ mol, 49,0 g 1 mol, 40,0 g ½ mol, 71,0 g 1 mol, 18 g
HCl + NaOH NaCl + HOH
mol,gram 1mol, 36,5 g 1 mol, 40,0 g 1 mol, 58,5 g 1 mol
HNO3 + KOH KNO3 + HOH
mol, gram 1 mol, 63,0 g 1 mol, 56,1 g 1 mol, 101,1 g 1 mol
6 Reaksi‐reaksi Asam Basa
88
HNO3 + ½ Ca(OH)2 ½ Ca(NO3)2 + HOH
Mol, gram 1 mol, 63,0 g ½ mol, 37,0 g ½ mol, 82,0 g 1 mol
terlihat jelas bahwa tiap molekul H2SO4 akan menghasilkan 2 proton (H+) dan bereaksi
dengan OH‐ menghasilkan air. Sehingga, untuk mendapatkan 1 mol proton cukup dari ½ mol
asam sulfat yang dilarutkan/direaksikan, atau mol ekivalen H2SO4 = ½ mol asam sulfat. Berat
ekivalen asam sulfat, asam klorida, asam nitrat dalam reaksi adalah berat 1 mol ekivalennya
yaitu 49,0 g; 36,5 g dan 63,0 g. Berat ekivalen NaOH, KOH dan Ca(OH)2, masing‐masing 40,0
g; 56,1 g dan 37,0 g.
Asam atau basa tertentu bisa saja mempunyai lebih dari satu nilai berat ekivalen,
tergantung reaksi yang dijalaninya. Sebagai contoh asam sulfat, pada reaksi diatas berat
ekivalennya adalah berat 1 mol ekivalen = berat ½ molnya; pada kondisi tertentu
dimungkinkan reaksinya dengan NaOH hanya menghasilkan NaHSO2 bukan Na2SO4, sehingga
mol ekivalennya sama molnya sendiri, dan berat ekivalennya sama dengan berat 1 molnya,
98,0 gram.
H2SO4 + NaOH NaHSO4 + HOH
mol, gram 1mol, 98,0 g 1 mol, 40,0 g 1 mol, 120,0 g 1 mol, 18 g
Normalitas. Sejumlah berat ekivalen (1 mol ekivalen) zat terlarut (asam/basa) dalam
tiap satu liter larutan dinamakan kenormalan atau normalitas larutan, disingkat dengan
lambang N. Suatu larutan asam 1 N artinya bahwa tiap 1 liter larutan mengandung asam
sejumlah berat ekivalen 1 mol proton.
Contoh soal.
Tentukan normalitas larutan yang dibuat dengan melarutkan 98,0 gram H3PO4 dalam air
yang cukup untuk membuat larutan 2 liter. Dianggap bahwa jika asam ini direaksikan
dengan basa semua protonnya mampu bereaksi.
Jawaban.
Berat 1 mol H3PO4 adalah 98,0 gram dan akan menghasilkan 3 mol proton (H+), maka
berat ekivalennya adalah
BE H3PO4 = g mol ekiv
mol ekiv
molH PO
molH PO
g 32,7 / .
3 .
98,0 1 3 4
3 4
× =
N =
[ ]
( )
( )
( )
. ( . )
vol L
BE
gran zat
volume L
mol ekiv mol ek =
6 Reaksi‐reaksi Asam Basa
89
= mol ekiv L N
L
g mol ek
g H PO
1,5 . / 1,5
2
32,7 / .
98,0 ( ) 3 4
= =
⎥⎦
⎤
⎢⎣
⎡
6.6 Penentuan pH secara Eksperimen
Secara teknis, seringkali tidak bisa ditentukan dengan pasti berapa besar konsentrasi
ion H+ maupun ion OH‐ dalam larutan. Beberapa sampel di lapangan bahkan belum diketahui
secara persis apakah bersifat asam, basa, atau netral. Oleh karena itu sangat penting artinya
mempelajari penentuan pH secara eksperimen. Beberapa metode telah dikembangkan, baik
secara klasik yaitu titrasi atau dengan kertas indikator (kertas lakmus, atau indikator
universal), maupun dengan cara yang lebih modern, potensiometri, elektroda
konduktivitimetri dan pH‐meter, atau dengan sensor‐sensor asam‐basa manipulasi
gelombang laser dan komputerisasi. Dalam bahasan ini dicukupkan pada beberapa metode
yang aplikatif dan mudah dilapangan.
Penentuan pH dengan kertas Lakmus. Universal Paper Indicator atau kertas Lakmus
selama ini cukup memudahkan dalam penentuan pH secara kasar. Dalam larutan yang asam
kertas indikator akan menunjukkan warna kuning sampai merah, dan pada larutan basa akan
menunjukkan warna kuning sampai biru. Kertas indikator yang baik akan memberikan
degradasi warna yang cukup kelihatan dengan berubahnya pH, misal untuk pH 1 akan
berwarna merah tua, 2 agak lebih muda dan seterusnya 7 kuning, 8 agak biru sampai 13 biru
tua kehitaman. Dengan mencocokkannya dengan standar warna, akan didapat nilai pH
pendekatanny
Penentuan dengan pH‐meter atau potensiometer. Elektroda hidrogen adalah
standar absolut untuk pengukuran pH, namun ini cukup tidak adaptif dalam pemakaian yang
beragam dan cukup menyulitkan. Sehingga diupayakan membuat elektroda atau indikator
lain yang lebih praktis dalam pemakaian, dengan melalui kalibrasi terhadap elektroda
hidrogen. Elektroda gelas adalah salah satu contoh probe yang dipakai untuk mengukur pH.
Prinsip pengukurannya adalah menghubungkan tegangan listrik dan daya hantar ion dengan
aktifitas ion hidrogen.
Menggunakan pH‐meter adalah cara yang paling mudah dalam menentukan pH
sustu sistem larutan. Namun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengoperasikan
pH meter atau potensiometer, antara lain :
6 Reaksi‐reaksi Asam Basa
90
1. Elektroda gelas, harus selalu dalam keadaan baik, tersimpan dengan larutan KCl jenuh
atau air murni yang selalu merendam membran elektrodenya.
2. Larutan pengisi elektrode (elektrolit) KCl atau Ag‐AgCl jenuh harus selalu penuh sesuai
dengan batas pengisian, dan bila terjadi perubahan fisik‐kimiawi harus segera diganti.
3. Membran elektrode harus selalu dalam keadaan baik, terutama kinerja difusinya. Ini
bisa diuji dengan kecepatan mendapat angka konstan dalam pengukuran atau
kalibrasi. Membran yang baik akan dapat mencapai kesetimbangan ion larutan di luar
dan larutan di dalam elektroda. Jika membran kurang berfungsi baik, maka harus dicuci
dengan asam sangat kuat (pH = 0 atau 1), asam kuat (pH>2), serta air murni, atau
dengan basa sangat kuat dan air murni, dan disimpan selalu dalam keadaan terendam
pelarut yang sesuai atau air.
4. Sebelum pengukuran, pH‐meter harus selalu dikalibrasi dengan larutan buffer yang
sesuai, biasanya pH=4, pH=7, pH=9, pH=10, Harus selalu digunakan larutan untuk
kalibrasi yang standar dan akurat.
5. Cuci kembali elektroda setelah dipakai, dan disimpan dalam larutan yang sesuai atau
air.
Penentuan pH dengan titrasi. Menitrasi suatu sistem larutan dengan larutan asam
atau basa standar, akan memberikan informasi berapa banyak asam/basa yang digunakan
untuk menetralkan larutan. Konsentrasi H+ atau OH‐ larutan sama setara dengan asam atau
basa standar yang dibutuhkan dalam titrasi sampai end poin (titik akhir titrasi). Dari H+ atau
OH‐ yang diketahiu, dapat dihitung nilai pH dari larutan awal. Titrasi asam‐basa ini
keberhasilannya ditentukan oleh beberapa faktor antara lain, kualitas larutan standar yang
dipakai, ketelitian alat yang digunakan, dan pemilihan indikator atau pembacaan potensial
yang tepat. Salah dalam penentuan trayek indikator mengakibatkan kesalahan dalam
menentukan titik akhir titrasi.
6.7 Indikator Asam Basa
Suatu indikator asam basa adalah senyawa organik yang mengalami perubahan
warna dengan berubahnya pH. Senyawaan ini digunakan sebagai indikator/penunjuk dalam
penentuan titik akhir titrasi. Kertas uji, seperti kertas lakmus, dibasahi dengan satu senyawa
ini, dapat pula dipakai sebagai indikator keasaman atau kebasaan larutan.
Dua indikator yang khas adalah metil jingga dan fenolftalein. Metil jingga berwarna
merah dalam larutan asam dengan pH kurang dari 3,1. Dalam larutan dengan pH di atas 4,4
zat ini berwarna kuning. Sebaliknya, fenolftalein berubah warna pada pH di atas 7. Sampai pH
6 Reaksi‐reaksi Asam Basa
91
= 8,3, fenolftalein tak berwarna. Pada pH = 10 zat ini berwarna merah. Dalam larutan basa
kuat, zat ini kembali tak berwarna.
Indikator berubah warna karena sistem kromofornya diubah oleh reaksi asam basa.
Dalam larutan asam, metil jingga terdapat sebagai hibrida resonansi dari suatu struktur azo
terprotonkan; hibrida resonansi ini berwarna merah. Nitrogen azo tidak bersifat basa kuat,
dan gugus azo terprotonkan melepaskan ion hidrogen pada pH sekitar 4,4. Kehilangan proton
ini mengubah struktur elektronik senyawa itu, yang mengakibatkan perubahan warna dari
merah ke kuning. Demikian pula fenomena yang mirip terjadi pada indikator‐indikator yang
lain. Terjadinya reaksi tertentu pada kondisi konsentrasi ion‐ion tertentu, menyerbabkan
indikator tidak boleh secara sembarang dipakai. Sebagai contoh, idikator amilum, tidak akan
memberikan perubahan warna apapun jika pH berubah, tetapi hanya akan berubah oleh
perubahan konsentrasi iodium. Secara umum indikator merupakan senyawa asam atau basa
organik lemah yang dipakai dalam larutan encer. Perubahan warna terjadi karena reaksi
disosiasi, asam atau basa indikator mempunyai warna berbeda saat terdisosiasi dengan
keadaan tidak terdisosiasi. Dapat diambil penggambaran reaksi kesetimbangan indikator
sebagai berikut (HInd = indikator asam)
HInd H+ + Ind‐
Ind‐ (anion indikator) mempunyai warna yang berbeda dengan indikator asamnya sendiri
(HInd). Sehingga akan kelihatan, jika suatu larutan sangat asam dengan keberadaaan
indikator ini (indikator asam), berarti ion H+ cukup melimpah, maka kesetimbangan reaksi
disosiasi indikator akan bergeser ke kiri (ke arah asam indikator) sehingga warna indikator
asam menjadi kelihatan (warna tak terdisosiasi). Sebaliknya jika larutan basa, hilangnya ion
hidrogen menyebabkan kesetimbangan bergeser ke kanan, pembentukan anion indikator,
sehingga warna terdisosiasi menjadi nampak. Demikianlah reaksi yang bisa digambarkan
sekaligus menjadi analog untuk indikator asam basa yang lain, hanya saja indikator basa
disosiasinya menghasilkan anion hidroksida dan kation indikator.
Lebih spesifik indikator asam‐basa yang dipakai dalam titrasi asam basa. Dengan
perhitungan teoritik dapat ditentukan, pH ekivalen antara titrat dengan titran. Jika diketahui
jenis asam‐basa untuk titrasi maka dengan sifat‐sifat reaksi asam basa, dapat ditentukan nilai
pH pada akhir titrasi, yaitu pada saat asam ekivalen dengan basa (dihitung dengan rumus
garam hasil reaksi). Dengan diperkirakannya pH akhir titrasi, maka dapat dipilih indikator
titrasi yang sesuai untuk mendeteksi ekivalen titrasi tercapai atau tidak. Indikator harus
6 Reaksi‐reaksi Asam Basa
92
dipilih yang trayek perubahan warnanya paling mendekati dengan titik akhir titrasi yang
sedang dilangsungkan.
Contoh aplikasi. Tentukan trayek pH indikator untuk menentukan titik akhir titrasi, sistem
larutan Ammonium hidroksida (NH4OH) yang dititrasi dengan HCl.
Penyelesaian. Saat dilangsungkan titrasi, setiap tetes HCl akan langsung bereaksi dengan
NH4OH menghasilkan NH4Cl dan H2O. Reaksi ini akan terus demikian sampai semua
ammonium hidroksida habis bereaksi. Titik ekivalen dicapai saat semua ammonium tepat
membentuk ammonium klorida seluruhnya, artinya NH4OH dan HCl tepat ekimolar dan
habis bereaksi. Nilai pH saat titik ekivalen titrasi ini adalah sama dengan pH dari larutan
NH4Cl yaitu sekitar 4, tergantung jumlah garam yang terbentuk. Jadi bisa dipilih indikator
yang digunakan untuk mendekati titik akhir titrasi adalah indikator dengan trayek
perubahan pH sekitar 4, misalkan metil jingga (trayek perubahan warna 3,5 – 4,5).
Beberapa senyawaan indikator ditampilkan pada tabel di bawah, termasuk
perubahan warna yang terjadi, dan trayek pH pada saat perubahan. Untuk tujuan tertentu,
beberapa indikator bisa dicampurkan untuk mendapatkan indikator universal dengan tujuan
menyederhanakan langkah‐langkah analisis pH / asam‐basa. Indikator semacam ini, bisa
disusun salah satunya menurut cara Brogen, dengan melarutkan 0,2 gram fenolftalein; 0,4
gram metil merah; 0,6 gram dimetil azobenzena; 0,8 gram biru bromotimol; dan 1 gram biru
timol, semua senyawaan indikator tersebut dilarutkan dalam 1 L etanol absolut. Larutan ini
sebelum dipakai harus dinetralkan dengan menambahkan beberapa tetes natrium hidroksida
encer sampai warna berubah menjadi kuning. Indikator yang dibuat ini akan memberikan
warna yang berbeda pada trayek pH yang berbeda.
PH 2 4 6 8 10 12
Warna merah jingga kuning hijau biru ungu
Tabel berikut disusun menurut trayek pH mulai dari pH kecil (asam) sampai dengan
pH besar (basa).
Indikator Nama Bahan
Warna dalam
latutan asam
Warna
dalam
larutan
basa
Jangka
pH
(Asam) biru
kresil brilian
Amino‐dietilamino‐metil
difenazonium klorida
Jingga‐merah Biru 0,0 – 1,0
(Asam) anaftol
benzein
Tak berwarna Kuning 0,0 – 0,8
Ungu metil
Pentametil p‐rosanilia
hidroklorida
Kuning Hijau‐biru 0,0 – 1,8
(Asam) merah
kresoll
o‐kresolsulfon‐ftalein Merah Kuning 1,2 – 2,8
Ungu
metakresol
m‐kresolsulfon‐ftalein Merah Kuning 1,2 – 2,8
(Asam) biru
timol
Timol‐sulfon‐ftalein Merah Kuning 1,2 – 2,8
6 Reaksi‐reaksi Asam Basa
93
Biru
bromofenol
Tetrabromofenol‐sulfonftalein
Kuning Biru 2,8 – 4,6
Jingga metil
Dimetilamino‐azobenzenanatriumsulfonat
Merah Kuning 3,1 – 4,4
Indikator Nama Bahan
Warna dalam
latutan asam
Warna
dalam
larutan
basa
Jangka
pH
Merah kongo
Asam difenil‐bis‐azobenzena
natrium sulfonat
Lembayung Merah 3,0 – 5,0
Hijau
bromokresol
Tetrabromo‐m‐kresol
sulfon‐ftalein
Kuning Biru 3,8 – 5,4
Metil merah
o‐karboksibenzena‐azo
dimetilanilina
Merah Kuning 4,2 – 6,3
Merah
klorofenol
Diklorofenol‐sulfon‐ftalein Kuning Merah 4,8 – 6,4
(Litmus)
azolitmin
Merah Biru 5,0 – 8,0
Biru
bromotimol
Dibromo‐timol‐sulfonftalein
Kuning Biru 6,0 – 7,6
Ungu difenol
o‐hidroksi‐difenil‐sulfonftalein
Kuning Lembayung 7,0 – 8,6
(Basa) merah
kresol
o‐kresol‐sulfon‐ftalein Kuning Merah 7,2 – 8,8
a‐Naftol‐ftalein a‐Naftol‐ftalein Kuning Biru 7,3 – 8,7
(Basa) biru
timol
Timol sulfon‐ftalein Kuning Biru 8,0 – 9,6
(Basa) a‐
Naftol‐benzein
Kuning Hijau‐biru 8,2 – 10,0
Fenol‐ftalein Tak berwarna Merah 8,3 – 10,0
Timol‐ftalein Tak berwarna Biru 9,3 – 10,5
(Basa) biru
kresil brilian
Amino‐dietilamino‐metil
difenazonium klorida
Biru Kuning
10,8 –
12,0
RINGKASAN
Secara umum zat akan terbagi menjadi tiga golongan yaitu asam, garam, dan basa.
Berdasarkan derajat disosiasinya atau pengionannya dalam air, zat asam dan basa
digolongkan dalam asam kuat, asam lemah, basa kuat dan basa lemah. Asam juga akan
terbagi menjadi asam monoprotik (hanya mampu menyumbangkan satu proton tiap
molekulnya untuk bereaksi dengan basa), asam diprotik (dua proton dihasilkan tiap
molekulnya), dan poliprotik (lebih dari dua proton).
Aktifitas proton (ion H+) dan OH‐ dalam larutan dinyatakan dengan pH yang dapat dihitung
dengan rumus‐rumus yang berbeda berdasarkan kekuatan asam/basa pembentuknya. Secara
garis besar rumus‐rumus terpakai tersebut adalah :
6 Reaksi‐reaksi Asam Basa
94
1. Nilai pH, pH = ‐log [H+] ; pOH = ‐log [OH‐] = 14 – pH
2. Asam kuat monopritik [H+] = [Asam]
3. Basa kuat [OH‐] = [Basa]
4. Asam lemah [H+] = K .[Asam] a
5. Garam dari asam lemah [OH‐] = .[Garam]
K
K
a
w
6. Basa Lemah [OH‐] = K [Basa] b
7. Garam dari basa lemah [H+] = .[Garam]
K
K
b
w
8. Larutan asam lemah dengan garamnya, Buffer asam [H+] =
[ ]
[ . ]
Garam
K Asamlemah a
9. Larutan basa lemah dengan garamnya, Buffer basa [OH‐] =
[ ]
[ . ]
Garam
K Basa lemah b
10. Garam dari asam lemah‐basa lemah, hidrolisa Kh=
a b
wK
K
K
.
[H+] =
b
a wK
K K
[OH‐] =
a
b wKK K .
Copyright (c) 2010 masdir kimia. Design by Wordpress Themes Creator