Pages

Selasa, 10 April 2012

Lipid atau Lemak


Lipid (dari kata Yunani lipos, lemak) merupakan penyusun tumbuhan atau hewan yang dicirikan sifat kelarutannya. Lipid dapat diekstraksi dari sel dan jaringan dengan pelarut organik. Sifat kelarutan ini membedakan lipid dari tiga golongan utama lain dari produk alam lainnya, yaitu karbohidrat, protein, dan asam nukleat, yang pada umumnya tidak larut dalam pelarut organik (Hart dkk., 2003).
Lemak dan minyak merupakan salah satu kelompok yang termasuk golongan lipida. Satu sifat yang khas dan mencirikan golongan lipida (termasuk minyak dan lemak) adalah daya larutnya dalam pelarut organik (misalnya ether, benzene, khloroform) atau sebaliknya ketidak-larutannya dalam pelarut air (Sudarmadji dkk., 1989).
            Lemak dan minyak biasanya dibedakan berdasarkan titik lelehnya; pada suhu kamar lemak berwujud padat, sedang minyak berwujud cair. Titik leleh lemak atau minyak bergantung pada strukturnya, biasanya meningkat dengan bertambahnya jumlah karbon. Banyaknya ikatan ganda dua karbon-karbon dalam komponen asam lemak juga berpengaruh: trigliserida yang kaya akan asam lemak tak jenuh, seperti asam oleat dan linoleat, biasanya berwujud minyak,; trigliserida yang kaya akan asam lemak jenuh, seperti asam stearat dan palmitat, biasanya adalah lemak. Trigliserida dalam minyak zaitun cair terutama mengandung asam asam oleat tak jenuh, tetapi lemak sapi padat terutama terdiri dari asam stearat jenuh. Hidrogenasi mengubah minyak nabati menjadi lemak. Hal ini dilakukan oleh industri margarine seperti pada merek niaga Palmboom. Serbuk logam nikel didispersikan dalam minyak panas sebagai katalis. Hidrogen beradisi pada beberapa ikatan ganda dua dari rantai karbon asam lemak tak jenuh, menjenuhkannya, dan dengan demikian mengubah minyak menjadi lemak. Contohnya, hidrogenasi pada triolein (titik leleh -17 ˚C) menghasilkan tristearin (titik leleh 55 ˚C). kekerasan lemak dikendalikan oleh derajat hidrogenasi; semakin banyak hidrogenasi semakin keras produknya (Wilbraham dan Matta, 1992).
            Lemak adalah campuran trigliserida. Trigliserida terdiri atas satu molekul gliserol yang berikatan dengan tiga molekul asam lemak. Digliserida terdiri dari gliserol yang mengikat dua molekul asam lemak sedangkan monogliserida hanya memiliki satu asam lemak. Digliserida dan monogliserida sering terdapat dalam makanan berlemak dalam jumlah sedikit (Gaman dan Sherrington, 1994).
            Tipe gliserida yang paling sederhana adalah yang ketiga asam lemaknya sama. Namun demikian, kebanyakan trigliserida mengandung dua atau tiga asam lemak yang berbeda dan dikenal sebaga trigliserida majemuk. Lemak alami adalah campuran dari trigliserida majemuk yang berbeda-beda dan karenanya dapat mengandung sejumlah asam lemak yang beraneka ragam pula. Pada dasarnya ada dua tipe asam lemak (Gaman dan Sherrington, 1994):
1.        Asam lemak jenuh, yaitu bila rantai hidrokarbonnya dijenuhi dengan hidrogen.
2.        Asam lemak tidak jenuh, yaitu bila rantai hidrokarbonnya tidak dijenuhi oleh hidrogen dank arena itu mempunyai satu ikatan rangkap atau lebih.
            Lemak dan minyak mempunyai struktur kimia umum yang sama. Perbedaan antara lemak dan minyak disebabkan karena terdapatnya asam-asam lemak yang berbeda. Lemak mengandung sejumlah besar asam-asam lemak jenuh yang terdistribusi di antara trigliserida-trigliserida sedangkan minyak mempunyai sejumlah besar asam lemak tidak jenuh. Adanya asam-asam lemak tidak jenuh akan menyebabkan lebih rendahnya titik lincir (slip point) yaitu suhu di mana lemak atau minyak mulai mencair. Pada umumnya, lemak diperoleh dari bahan hewani sedang minyak dari bahan nabati. Keduanya, lemak dan minyak, mengandung sejumlah kecil non-trigliserida; khususnya, senyawa kompleks asam lemakyang mengandung fosfat yang dinamakan fosfolipida (Gaman dan Sherrington, 1994).
            Lipid adalah suatu kelompok senyawa yang berhubungan dengan asam lemak serta memiliki sifat yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut non polar seperti eter, kloroform dan benzene. Lipid merupakan salah satu makanan yang paling penting yaitu sumber energi menghasilkan 9 kalori per gram lemak, sebagai komponen pembentuk membran sel, sebagai pembentuk hormon (steroid) dan sebgi pembawa beberapa vitamin yang larut dalam lemak seperti vitmin A, D, E, dan K selain lipid khususnya seperti asam oleat, linoleat, linolenat dan arkadionat yang penting dalam sintesa membran sel dan prostaglandin (Sultanry, 1985).
            Minyak dan lemak dapat diperoleh dengan tiga cara ekstraksi jaringan tumbuhan/hewan itu; rendering, pengepresan, dan ekstraksi pelarut. Khusus untuk ekstraksi pelarut biasanya digunakan untuk bahan yang kandungan minyaknya rendah (Tim Dosen Biokimia UH, 2006).
Sifat Lemak dan Minyak
1.        Kelarutan
Lemak dan minyak tidak larut dalam air. Namun begitu, karena adanya suatu substansi tertentu, yang dikenal sebagai agensia pengemulsi, dimungkinkan terbentuknya campuran yang stabil antara lemak dan air. Campuran ini dinamakan emulsi. Emulsi ini dapat berupa emulsi lemak dalam air
2.        Pengaruh panas
Jika lemak dipanaskan, akan terjadi perubahan-perubahan nyata pada tiga titik suhu.
a.    Titik cair
Lemak mencair jika dipanaskan. Karena lemak adalah campuran trigliserida mereka tidak mempunyai titik cair yang jelas tetapi akan mencair pada suatu rentangan suhu. Kebanyakan lemak mencair pada suhu antara 30 ˚C dan 40˚C. titik cair untuk lemak adalah di bawah suhu udara biasa.
b.    Titik asap
Jika lemak atau minyak dipanaskan sampai suhu tertentu, dia akan mulai mengalami dekomposisi, menghasilkan kabut berwarna biru atau menghasilkan asap dengan bau karakteristik yang menusuk. Kebanyakan lemak dan minyak mulai berasap pada suhu di atas 200 ˚C. umumnya, minyak nabati mempunyai titik asap lebih tinggi daripada lemak hewani. Dekomposisi trigliserida menghasilkan sejumlah kecil gliserol dan asam lemak. Gliserol mengalami dekomposisi lebih lanjut menghasilkan senyawa yang dinamakan akrolein. Proses dekomposisi ini tidak dapat berlangsung balik (irreversible).
3.        Plastisitas
Substansi yang mempunyai sifat plastis akan berubah bentuknya jika ditekan, dan tetap pada bentuk terakhirnya meskipun sudah tidak ditekan lagi. Mereka tidak kembali ke bentuk asalnya. Lemak bersifat plastis pada suhu tertentu, lunak dan dapat dioleskan. Plastisitas lemak disebabkan karena lemak merupakan campuran trigliserida yang masing-masing mempunyai titik cair sendiri-sendiri; ini berarti bahwa pada suatu suhu, sebagian dari lemak akan cair dan sebagian lagi dalam bentuk kristal-kristal padat. Lemak yang mengandung kristal-kristal kecil, akibat proses pendinginan cepat selama proses pengolahannya akan memberikan sifat lebih plastis.
4.        Ketengikan
Ketengikan adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan rusaknya lemak dan minyak. Pada dasarnya ada dua tipe reaksi yang berperan pada proses ketengikan.
a.    Oksidasi
Ini terjadi sebagai hasil reaksi antara trigliserida tidak jenuh dan oksigen dari udara. Molekul oksigen bergabung pada ikatan ganda molekul trigliserida dan dapat terbentuk berbagai senyawa yang menimbulkan rasa tengik yang tidak sedap. Reaksi ini dipercepat oleh panas, cahaya, dan logam-logam dalam konsentrasi amat kecil, khususnya tembaga.
b.    Hidrolisis
Enzim lipase menghidrolisis lemak, memecahnya menjadi gliserol dan asam lemak.
       Lemak + Air       lipase          Gliserol + Asam lemak
Lipase dapat terkandung secara alami pada lemak dan minyak, tetapi enzim ini dapat diinaktivasi dengan pemanasan. Enzim ini dapat pula dihasilkan oleh mikroorganisme yang terdapat pada bahan makanan berlemak. Asam lemak bebas yang dihasilkan oleh reaksi ini dapat memberikan rasa dan bau tidak sedap. Ketengikan hidrolitik mungkin juga terjadi jika lemak atau minyak dipanaskan dalam keadaan ada air.
5.        Saponifikasi
Trigliserida bereaksi dengan alkali membentuk sabun dan gliserol. Proses ini dikenal sebagai saponifikasi. Natrium hidroksida (soda abu) adalah basa yang paling umum digunakan dalam pembuatan sabun tetapi kalium hidroksida (soda api) dapat pula digunakan.

Elektrokimia


Ilmu kimia merupakan salah satu cabang ilmu yang berlandaskan eksperimen, sehingga dalam mempelajarai ilmu kimia selain harus memahami konsep-konsep teoritis juga harus memahami prosedur eksperimen. Konsep teori ilmu kimia muncul dari keteraturan fakta eksperimen. Perkembangan teknologi di berbagai bidang sangat pesat. Salah satunya terkait dengan bidang kimia yaitu elektrokimia. Elektrokimia adalah cabang ilmu kimia yang telah banyak memberi sumbangan bagi banyak hal dalam kehidupan manusia, misalnya proses elektrolisis. Elektrolisis merupaka proses yang penting dalam industri, sebab elektrolisis memiliki banyak kegunaan antara lain,  pembentukan unsur-unsur logam yang tidak terdapat bebas di alam, pembuatan gas halogen, pembuatan gas oksigen dan hidrogen, pemurnian logam, dan penyepuhan (Haetami, 2000).
Semua reaksi kimia yang disebabkan oleh energi listrik serta reaksi kimia yang menghasilkan energi listrik dipelajari dalam bidang elektrokimia. Manusia baru mampu menggunakan kelistrikan sejak Luigi Galvani pada tahun 1791 menemukan bahwa paha kodok yang segar dapat bergetar jika dihubungkan dengan dua macam logam bersambung dengan dan sejak Alessandro Volta berhasil membuat baterai pertama dengan menyusun kepingan perak dan kepingan seng serta kartas yang dibasahi larutan asam. Pada tahun 1807 Sir Humphry Davy berhasil memisahkan logam kalium dari senyawanya. Ia mengalirkan listrik melalui leburan kalium hidroksida. Sejak waktu itu prinsip elektrokimia diterapkan dalam berbagai hal. Prinsip penerapan ini berkaitan dengan sel elektrokimia (Achmad, 1992).
Prinsip penerapan ini berkaitan dengan sel elektrokimia. Secara umum sel elektrokimia dibagi menjadi sel galvani atau sel elektrokimia dan sel elektrolisis. Proses yang terjadi pada sel galvani ialah reaksi kimia berubah menjadi energi listrik, sedangkan di dalam sel elektrolisis sebaliknya, dari energi listrik menjadi energi kimia. Pada sel galvani elektroda positif menjadi katoda, dan elektroda negatif sebagai anoda, sedangkan pada sel elektrolisis sebaliknya, yaitu elektroda negatif sebagai katoda, dan elektroda positif sebagai anoda (Mulyono, 2009).
Untuk meneliti fenomena listrik yang terlibat dalam suatu reaksi dan untuk membuat suatu rangkaian  praktis yang berasal dari perubahan energi listrik menjadi suatu reaksi kimia, maka perlu disiapkan sistem terpisah seperti redoks yang keduanya terhubung oleh kondutor listrik (Flaschka, dkk, 1969).
Reaksi elektrokimia seperti reaksi redoks, dapat digunakan untuk mengubah energi kimia menjadi energi listrik. Sel elektrokimia adalah alat yang digunakan melangsungkan perubahan di atas. Dalam sebuah sel, energi listrik dihasilkan dengan jalan pelepasan elektron pada suatu elektroda (oksidasi) dan penerima elektron pada elektroda lainnya (reduksi). Elektroda yang melepaskan elektron dinamakan anoda sedangkan elektroda yang menerima elektron dinamakan katoda. Jadi sebuah sel selalu terdiri dari dua bagian atau dua elektroda, setengah reaksi oksidasi akan berlangsung pada anoda dan setengah reaksi reduksi akan berlangsung pada katoda. Dengan kata lain pada sel elektrode kimia, kedua setengah reaksi dipisahkan dengan maksud agar aliran listrik (elektron) yang ditimbulkan dapat dipergunakan. Salah satu faktor yang mencirikan sebuah sel adalah gaya gerak listrik (GGL) atau perbedaan potensial listrik antara anoda dan katoda. Satuan GGL adalah volt. Satuan volt dapat didefenisikan sebagai berikut apabila muatan satu coulomb dilalukan pada perbedaan potensial sebesar 1 volt akan dihasilkan energi sebesar 1 joule (Bird, 1993).
            Penentuan daya gerak listrik suatu sel elektrokimia untuk daerah suhu tertentu memungkinkan untuk mendapatkan besaran termodinamika dari reaksi yang berlangsung dalam sel. Sel elektrokimia mempunyai kepentingan praktis karena dapat memberikan cara untuk mengubah perubahan energi Gibbs dari reaksi kimia menjadi kerja tanpa kerugian mesin kalor dari hukum kedua (Farrington dan Daniels, 1983).
            Besaran termodinamika pada sel elektrokimia seperti energi bebas Gbbs (), hanya dapat diukur bila sel bersifat reversible. Sebuah sel akan bersifat reversible bila sel dikenai perbedaan potensial dari luar supaya tidak lagi terjadi reaksi kimia dalam sel. Suatu peningkatan atau penurunan potensial luar yang sangat kecil akan menyebabkan berlangsungnya reaksi dalam sel, tetapi secara keseluruhan masih dapat dianggap berada dalam keadaan reversibel (Bird, 1993).
            Perubahan energi bebas Gibbs untuk reaksi yang berlangsung dalam sel elektrokimia dapat dengan segera dihitung dari daya gerak listrik reversibel. Bila suatu sel dapat diimbangi terhadap daya gerak listrik luar sedemikian rupa sehingga tak ada muatan dari sel yang berlangsung, dan dimisalkan bahwa kuantitas listrik yang sangat kecil dilewatkan pada sel, kerja listrik yang reversibel pada suhu dan tekanan tetap. Kuantitas muatan listrik yang sesuai dengan kuantitas molar dinyatakan dalam persamaan kimia yaitu, zF. z adalah jumlah muatan untuk reaksi sel, dan F ialah tetapan Faraday (96.485 C mol-1). Jumlah muatan z merupakan bilangan positif yang sama dengan jumlah elektron ynag dipindahkan dalam reaksi sel. Bila reaksi sel berlangsung , maka kuantitas muatan listrik yang mengalir adalah zF. bila kuantitas muatan listrik ini dipindahkan lewat beda potensial E volt, banyaknya kerja yang diperlukan adalah zFE. Karena perubahan listrik ini mencakup kerja, tekanan, volume, dan berlangsung secara isothermal, maka perubahan energi bebas Gibbs dinyatakan sebagai  () = - zFE (Farrington dan Daniels, 1983).
            Menurut Castellan (1983), Untuk setiap reaksi kimia energi Gibbs ditulis:
∆G = ∆Go + RT ln Q
Dimana Q adalah hasil bagi dari usaha. Dengan menggabung persamaan di atas dengan persamaan ( nFEºsel = - ∆G), kita akan mendapatkan :
-nFEºsel = ∆Gº + RT ln Q
Potensial standar dari sel dapat didefinisikan sebagai :
-nFEºsel = ∆Gº
Dengan memasukkan nilai ∆Gº dan membagi dengan –nF, kita akan memperoleh :
                      RT
Esel = Eºsel -          ln Q ;
                      nF
                      2,303 RT
Esel = Eºsel -                    log10  Q ;
                           nF
                      0,05916V
Esel = Eºsel -                    log10  Q      (pada 25 ºC)
                            n
Persamaan diatas merupakan bentuk lain dari persamaan Nerst untuk sel elktrokimia. Persamaan Nerst berhubungan dengan potensial sel sebagai nilai standar sel.

Protein


             Protein termasuk dalam kelompok senyawa yang terpenting dalam organisme hewan. Sesuai dengan peranan ini, kata protein berasal dari kata Yunani proteios, yang artinya “pertama.” Protein adalah poliamida, dan hidrolisis protein menghasilkan asam-asam amino (Fessenden dan Fessenden, 1997).
            Sebagian besar asam amino dalam organisme hidup adalah asam α-amino; yaitu fungsi amino yang terdapat pada atom karbon yang selanjutnya menjadi gugus fungsional asam karboksilat. Karena struktur dasar asam α-amino adalah sama, maka asam amino tertentu menetapkan identitasnya dengan sifat gugus rantai sampingnya (R). Karena kerangka kovalen protein adalah tetap dan menyangkut fungsi karboksil asam amino dan amino, maka gugus R-lah yang memberi suatu kedudukan bagi sifat-sifat fisik dan kimianya di dalam rantai protein (Page, 1989).         Pada umumnya asam amino larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut organik non polar seperti pada eter, aseton dam kloroform. Sifat asam amino ini berbeda dengan asam karboksilat maupun dengan asam amino. Asam karboksilat alifatik maupun aromatik yang terdiri atas beberapa atom karbon umunya kurang larut dalam air tetapi larut pelarut organik (Poedjiadi, 1994).
            Perbedaan sifat antara asam amino dengan asam karboksilat dan amina terlihat pula pada titik leburnya. Asam amino mempunyai titik lebur yang lebih tinggi bila dibandingkaan dengan asam karboksilat atau amina. Kedua sifat fisika ini menunjukkan bahwa asam amino cendrung mempunyai struktur yang bermuatan dan mempunyai polaritas tinggi dan  bukan sekedar senyawa yang mempunyai gugus  –COOH dan gugus –NH2. Hal ini tampak pula pada sifat asam amino sebagai elektrolit (Poedjiadi, 1994).
            Tidak semua asam amino dapat diperoleh dengan antar pengubahan (interkonversi) dari asam amino lain atau dengan sintesis dari senyawa lain dalam sistem binatang. Asam amino yang diperlukan untuk sintesis protein dan ini tidak disintesis sendiri oleh organisme itu tetapi harus terdapat dalam makanannya. Senyawa semacam ini dirujuk sebagai asam amino esensial. Asam amino yang esensial  bergantung pada spesi hewan itu dan bahkan bergantung pada perbedaan individu (Fessenden dan Fessenden, 1997)
            Ada delapan asam amino yang esensial bagi manusia, yaitu fenilalanin, isoleusin, leusin, lisin, metionin, treonin, triptofan dan valin. Semua asam amino ini haruslah tersedia dalam makanan. Selain itu fenilalanin dan metionin adalah zat awal untuk mensintesis tirosin dan sistein. Sedangkan arginin dan histidin digolongkan ke dalam asam amino semi esensial. Arginin dapat disintesis oleh tubuh, tetapi tidak cukup untuk menunjang pertumbuhan. Dan histidin bukti yang ada untuk menggolongkannya ke dalam asam amino semi esensial berasal dari penyelidikan makanan, yang memperlihatkan bahwa imbangan nitrogen akan tetap meskipun orang makan makanan yang sama sekali tidak mengandung histidin (Schumm, 1993).
Asam amino pada keadaan padat-kering terdapat dalam bentuk Zwitter ion atau ion dipolar, yang berarti bahwa gugus amino terprotonasi, sedangkan gugus gugus karboksil terdeprotonasi (NH3+, COO- pada molekul yang sama). Dalam suatu larutan, asam amino terprotonasi berada dalam keadaan setimbang dengan bentuk terdeprotonasi (Bresnick, 2004).
Triptofan dapat berkondensasi dengan beberapa aldehida dengan bantuan asam kuat dan membentuk senyawa yang berwarna. Larutan protein yang mengandung triptofan direaksikan dengan pereaksi Hopkins-Cole yang mengandung asam glioksilat. Pereaksi ini dibuat dari asam oksalat dengan serbuk magnesium dalam air. Setelah dicampur dengan pereaksi Hopkins-Cole, asam sulfat dituangkan perlahan-lahan sehingga membentuk lapisan di bawah larutan protein. Beberapa saat kemudian akan terjadi cincin umgu pada batas antara kedua lapisan tersebut. Pada dasarnya  reaksi Hopkins-Cole memberi hasil positif khas untuk gugus indol dalam protein (Poedjiadi, 1994).
            Pereaksi Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat. Apabila pereaksi ini ditambahkan pada larutan protein, akan menghasilkan endapan putih yang dapat berubah menjadi merah karena pemanasan. Pada dasarnya reaksi ini positif untuk fenol-fenol, karena terbentuknya senyawa merkuri dengan gugus hidroksifenil yang berwarna. Protein yang mengandung tirosin akan memberikan hasil positif (Poedjiadi, 1994).
            Larutan asam nitrat pekat ditambahkan dengan hati-hati ke dalam protein. Setelah dicampur terjadi endapan putih yang dapat berubah menjadi kuning apabila dipanaskan. Reaksi yang terjadi ialah nitrasi pada inti benzena yang terdapat pada molekul protein. Jadi reaksi ini positif untuk protein yang mengandung tirosin, fenilalanin, dan triptofan (Poedjiadi, 1994).
Pereaksi yang digunakan ialah naftol dan natriumhipobromit. Pada reaksi ini memberi hasil positif apabila ada gugus guanidine. Jadi arginin atau protein yang mengandung arginin dapat menghasilkan warna merah (Poedjiadi, 1994).
 
Site Meter